BAB I
KONSEP DASAR
1.1 Pengertian Kelainan Katup Jantung
Kelainan katup jantung merupakan
keadaan dimana katup jantung mengalami kelainan yang membuat aliran darah tidak
dapat diatur dengan maksimal oleh jantung.
Katup jantung yang mengalami
kelainan membuat darah yang seharusnya tidak bisa kembali masuk ke bagian
serambi jantung ketika berada di bilik jantung membuat jantung memiliki tekanan
yang cukup kuat untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya orang tersebut
tidak bisa melakukan aktifitas dalam tingkat tertentu.
Kelainan katup jantung yang parah
membuat penderitanya tidak dapat beraktifitas dan juga dapat menimbulkan
kematian karena jantung tidak lagu memiliki kemampuan untuk dapat mengalirkan
darah.
Kelainan katup jantung biasanya
terjadi karena faktor genetika atau keturunan dan terjadi sejak masih dalam
kandungan. Kelainan pada katup jantung juga bisa terjadi karena kecelakaan
ataupun cedera yang mengenai jantung. Operasi jantung juga dapat menyebabkan
kelainan pada katup jantung jika operasi tersebut gagal atau terjadi kesalahan
teknis maupun prosedur dalam melakukan oeprasi pada jantung.
Penyakit katup
jantung menyebabkan kelainan-kelainan pada aliran darah yang melintasi katup
jantung. Katup yang terserang penyakit dapat mengalami dua jenis gangguan
fungsional: (1) regurgitasi-daun
katup tidak dapat menutup rapat sehngga darah dapat mengalir balik (sinonim
dengan isufisiensi katup dan inkompetensi katup) ; dan (2) stenosis katup-lubang katup mengalami penyempitan shingga aliran darah
mengalami hambatan. Isufisiensi dapat dan stenosis dapat terjadi bersamaan pada
satu katup, dikenal sebagai ”lesi campuran” atau terjadi sendiri yang disebut
sebagai lesi murni.” Berikut
tipe-tipe gangguan katub.
1.2 Tipe-Tipe Gangguan/Kelainan Katup Jantung
1.2.1 Sindrom Prolaps Katup Mitral
Katup
Mitral (juga disebut sebagai katup bicuspid / katup
atrioventrikuler kiri) merupakan katup yang ada di dalam jantung yang terdiri
dari dua daun katup. Katup mitral merupakan katup jantung yang memisahkan
anatara serambi kiri dan bilik kiri). Katup mitral dan katup trikuspid
merupakan katup atrioventricular karena terletak diantara
serambi dan bilik jantung, dan keduanya mengendalikan laju aliran darah.
Sindrom
prolaps katup mitral adalah disfungsi bilah – bilah katup mitral yang tidak
dapat menutup dengan sempurna dan mengakibatkan regurgutasi katup, sehingga
darah merembes dari ventrikel kiri ke antrium kiri. Sindrom ini kadang tidak menimbulkan gejala atau dapat
juga atau dapat juga berkembang cepat dan menyebabkan kematian mendadak. Stenosis
Mitral.
1.2.2 Stenosis Mitral
Stenosis mitral adalah penebalan progresif dan pengerutan
bilah – bilah katup mitral, yang menyebabkan penyempitan lumen dan sumbatan
progresif aliran darah. Secara normal pembukaan katup mitral adalah selebar tiga
jari. Pada kasus stenosis berat menjadi penyempitan lumen sampai selebar
pensil. Ventrikel kiri tidak terpengaruh, namun antrium kiri mengalami
kesulitan dalam menggosongkan darah melalui lumen yang sempit ke ventrikel
kiri. Akibatnya antrium akan melebar dan mengalami hipertrofi karena tidak ada
katup yang melindungi vena pulmonal terhadap aliran balik dari antrium, maka
sirkulasi pulmonal mengalami kongesti. Akibatnya ventrikel kanan harus
menanggung beban tekanan arteri pulmonal yang tinggi dan mengalami peregangan
berlebihan yang berakhir gagal jantung.
1.2.3 Insufisiensi Mitral (Regurgitasi)
Insufisiensi
mitral terjadi bila katup mitral tidak dapat saling menutup selama systole.
Chordate tendineae memendek, sehingga bilah katup tidak dapat menutup dengan
sempurna, akibatnya terjadilah regurgitasi aliran balik dari ventrikel kiri ke
antrium kiri. Pemendekan atau
sobekan salah satu atau kedua bilah katup mitral mengakibtakan penutupan lumen
mitral tidak sempurna saat ventrikel kiri dengan kuat mendorong darah ke aorta,
sehingga setiap denyut, ventrikel kiri akan mendorong sebagaian darah kembali
ke antrium kiri. Aliran balik darah
ini ditambah dengan darah yang masuk dari paru, menyebabkan antrium kiri
mengalami pelebaran dan hipertrofi. Aliran darah balik dari ventrikel akan
menyebabkan darah yang mengalir dari paru ke antrium kiri menjadi berkurang.
Akibatnya paru mengalami kongesti, yang pada giliranya menambah beban ke
ventrikel kanan. Maka meskipun kebocoran mitral hanya kecil namun selalu
berakibat terhadap kedua paru dan ventrikel kanan.
1.2.4 Stenosis Katup Aorta
Stenosis katup
aorta adalah penyempitan lumen antara ventrikel kiri dan aorta. Pada orang
dewasa stenosis bisa merupakan kelainan bawaan atau dapat sebagai akibat dari
endokarditisrematik atau kalsifikasi kuspis dengan penyebab yang tidak
diketahui. Penyempitan terjadi secara progresif selama beberapa tahun atau beberapa
puluh tahun.
Bilah – bilah
katup aorta saling menempel dan menutup sebagaian lumen diantara jantung dan
aorta. Ventrikel kiri mengatasi hambatan sirkulasi ini dengan berkontraksi
lebih lambat tapi dengan energi yang lebih besar dari normal, mendorong darah
melalui lumen yang sangat sempit. Mekanisme kompesansi jantung mulai gagal dan
munculah tanda – tanda klinis.
Obstruksi kalur
aliran aorta tersebut menambahkan beban tekanan ke ventrikel kiri, yang
mengakibatkan penebalann dinding otot. Otot jantung menebal (hipertrofi)
sebagai respons terhadap besarnya obstruksi ; terjadilah gagal jantung bila
obsruksinya terlalu berat.
1.2.5 Insufiensi Aorta (Regurgitasi)
Insufisiensi aorta disebabkan oleh
lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup aorta,sehingga masing – masing
bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan rapt selama diastole dan akibatnya
menyebabkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri. Defek katup ini
bisa disebabkan oleh endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti
sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta
asendens.
Karena kebocoran katup aorta saat
diastole , maka sebagaian darah dalam aorta, yang biasanya bertekanan tinggi,
akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga ventrikel kiri harus mengatasi
keduanya yaitu mengirim darah yang secara normal diterima dari atrium kiri ke
ventrikel melalui lumen ventrikel, maupun darah yang kembali dari aorta. Ventrikel kiri
kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi peningkatan volume ini,
demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih normal untuk memompa darah,
menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat. Sistem kardiovaskuler berusaha
mengkompesansi melalui refleks dilatasi pembul;uh darah arteri perifer melemas
sehingga tahanan perifer turun dan tekanan diastolic turun drastis.
1.3 Etiologi
Penyakit katup jantung dahulu dianggap sebagai peyakit yang hampir selalu
disebabkan oleh rematik, tetapi sekarang telah lebih banyak ditemukan penyakit
katup jenis baru. Penyakit katup jantung yang paling sering dijumpai adalah
penyakit katup degeneratif yang berkaitan dengan meningkatnya masa hidup
rata-rata pada orang-orang yang hidup di negara industri dibandingkan dengan
yang hidup di negara berkembang. Meskipun terjadi penurunan insidensi penyakit
demam rematik , namun penyakit rematik masih merupakan penyebab lazim
deformitas katup yang membutuhkan koreksi bedah.
1.3.1 Stenosis Mitral
Berdasarkan etiologinya stenosis katup
mitral terjadi terutama pada orang tua yang pernah menderita demam rematik pada
masa kanak-kanak dan mereka tidak mendapatkan antibiotik. Di bagian dunia
lainnya, demam rematik sering terjadi dan menyebabkan stenosis katup mitral
pada dewasa, remaja dan kadang pada anak-anak. Yang khas adalah jika
penyebabnya demam rematik, daun katup mitral sebagian bergabung menjadi
satu.Penyakit Jantung Rematik
1.3.2 Insufisiensi Mitral
Berdasarkan
etiologinya insufisiensi atau regurgitasi mitral dapat dibagi atas reumatik dan
non reumatik (degenaratif, endokarditis, penyakit jantung koroner, penyakit
jantung bawaan, trauma dan sebagainya). Di negara berkembang seperti Indonesia,
penyebab terbanyak insufisiensi mitral adalah demam reumatik.
1.3.3 Stenosis Aorta
Berdasarkan etiologinya stenosis
katup aorta merupakan penyakit utama pada orang tua, yang merupakan akibat dari
pembentukan jaringan parut dan penimbunan kalsium di dalam daun katup. Stenosis
katup aorta seperti ini timbul setelah usia 60 tahun, tetapi biasanya gejalanya
baru muncul setelah usia 70-80 tahun.
Stenosis katup aorta juga bisa
disebabkan oleh demam rematik pada masa kanak-kanak. Pada keadaan ini
biasanya disertai dengan kelainan pada katup mitral baik berupa
stenosis, regurgitasi maupun keduanya.
Pada orang yang lebih muda, penyebab
yang paling sering adalah kelainan bawaan. Pada masa bayi, katup aorta yang
menyempit mungkin tidak menyebabkan masalah, masalah baru muncul pada masa
pertumbuhan anak. Ukuran katup tidak berubah, sementara jantung melebar dan
mencoba untuk memompa sejumlah besar darah melalui katup yang kecil.
Katup mungkin hanya memiliki dua
daun yang seharusnya tiga, atau memiliki bentuk abnormal seperti corong.
Lama-lama, lubang/pembukaan katup tersebut, sering menjadi kaku dan menyempit
karena terkumpulnya endapan kalsium.
1.3.4 Isufisiensi Aorta
Penyebab terbanyak adalah demam reumatik dan
sifilis. Kelainan katub dan kanker aorta juga bias menimbulkan isufisiensi
aorta. Pada isufisiensi aorta kronik terlihat fibrosis dan retraksi daun-daun
katub, dengan atau tanpa kalsifikasi, yang umumnya merupakan skuele dari demam
reumatik.
1.4 Patofisiologi
Demam reumatik – inflamasi
akut dimediasi – imun yang menyerang katup jantung akibat reaksi silang antara
antigen streptokokus hemolitik-α grup A dan protein jantung. Penyakit dapat
menyebabkan penyempitan pembukaan katup (stenosis) atau tidak dapat menutup
sempurna (inkompetensi atau regurgitasi) atau keduanya.
Disfungsi katup
akan meningkatkan kerja jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah
lebih banyak untuk menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau
mengalir balik sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup
memaksa jantung meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi
terhadap aliran yang meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja
miokardium . Respon miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan
tekanan kerja adalah dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium
dan hipertrofi merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan
kemampuan pemompa jantung.
1.4.1 Stenosis Mitral
Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan
fusikomisura katub mitral pada waktu fase penyembuhan demam reumatik.
Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katub
mitral pada waktu diastolic lebih kecil dari normal.
Berkurangnya luas efektif lubang mitral menyebabkan
berkurangnya daya alir katub mitral. Hal ini akan meningkatkan tekanan diruang
atrium kiri, sehingga timbul perbedaan tekanan antara atrium kiri dan ventrikel
kiri waktu diastolik. Jika peningkatan tekanan ini tidak berhasil mengalirkan
jumlah darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh, akan terjadi bendungan
pada atrium kiri dan selanjutnya akan menyebabkan bendungan vena dan kapiler
paru. Bendungan ini akan menyebabkan terjadinya sembab interstitial kemudian
mungkin terjadi sembab alveolar. Pecahnya vena bronkialis akan menyebabkan
hemoptysis.
Pada tahap selanjutnya tekanan arteri pulmonal akan
meningakat, kemudian terjadi pelebaran ventrikel kanan dan insufisiensi pada
katub tricuspid atau pulmonal. Akhirnya vena-vena sistemik akan mengalami
bendungan pula. Bendungan hati yang berlangsung lama akan menyebabkan gangguan
fungsi hati.
Kompensasi pertama tubuh untuk menaikkan curah jantung
adalah takikardi. Tetapi konpensasi ini tidak
selamanya menambah curah jantung karna pada tingkat tertentu akan mengurangi
masa pengisian diastolic. Regangan pada otot-otot atrium dapat menyebabkan
gangguan elektris sehingga terjadi fibrilasi atrium. Hal ini akan mengganggu
pengisian ventrikel dari atrium dan memudahkan pembentukan thrombus di atrium
kiri.
1.4.2 Isufisiensi Mitral
Insufisiensi mitral akibat reumatik
terjadi karena katub tidak biasa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan
pada katub meliputi klasifikasi, penebalan dan distorsi daun katub. Hal ini
mengakibatkan koaptasi yang tidak sempurna waktu sistolik. Selain pemendekan
kordatendinea mengakibatkan katub tertarik ke ventrikel terutama bagian
posterior, dapat juga terjadi dilatasi annulus atau rupture korda tendinea.
Selam fase sistolik, terjadi aliran regurgitasi ke atrium kiri, mengakibatkan
gelombang v yang tinggi di atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang
pada saat diastolik,darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel.darah
tersebut selain yang berasal dari
paru-paru melalui vena pulmonalis,jika terdapat darah regurgidan dari ventrikel
kiri waktu sistolik sebelumnya.ventrikel kiri cepat distensi,apeks bergerak ke
bawah secara mendadak,menarik katup korda dan otot kapilaris,hal ini
menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung ke tiga.pada insufisiensi mitral
kronik,regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan vena-vena pulmonalis dapat
ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan aorta pulmonal.
1.4.3 Stenosis Aorta
Ukuran
normal orifisium aorta 2-3 cm2. Stenosis aorta menyebabkan tahanan
dan perbedaan tekanan selama sistolik antara ventrikel kiri dan aorta.
Peningkatan tekanan ventrikel kiri menghasilkan tekanan yang berlebihan pada
ventrikel kiri, yang dicoba diatasi dengan meningkatkan ketebalan dinding
ventrikel kiri (hipertrofi ventrikel kiri). Pelebaran ruang ventrikel kiri
terjadi sampai kontraktilitas miokard menurun. Tekanan akhir diastolik
ventrikel kiri meningkat. Kontraksi atrium menambah volume darah diastolik
ventrikel kiri. Hal ini akan mengakibatkan pembesaran atrium kiri. Akhirnya
beban ventrikel kiri yang terus menerus akan menyebabkan pelebaran ventrikel
kiri dan menurunkan kontraktilitas miokard. Iskemia miokard timbul akibat kurangnya aliran darah koroner ke
miokard yang hipertrofi.
Area katup
aorta normal berkisar 2-4cm2, Gradien ventrikel kiri dengan aorta
mulai trlihat bila area katup aorta <1.5cm2. Bila area katup
mitral <1cm2, maka stenosis aorta sudah disebut berat. Kemampuan
adaptasi miokard menghadapi stenosis aorta meyebabkan manifestasi baru
muncul bertahun tahun kemudian. Hambatan aliran darah pada stenosis katup
aorta(progressive pressure overload of left ventricle akibat stenosis aorta)
akan merangsang mekanisme RAA(Renin-Angiotensin-Aldosteron) beserta mekanisme
lainnya agar miokard mengalami hipertrofi. Penambahan massa otot ventrikel kiri
ini akan menigkatkan tekanan intra-ventrikel agar dapat melampaui tahanan
stenosis aorta tersebut dan mempertahankan wall stress yang normal berdasarkan
rumus Laplace: Stress (pressurexradius): 2xthickness. Namun bila tahanan aorta
bertambah,maka hipertrofi akan berkembang menjadi patologik disertai penambahan
jaringan kolagen dan menyebabkan kekakuan dinding ventrikel,penurunan cadangan
diastolic, penigkatan kebutuhan miokard dan iskemia miokard. Pada akhirnya
performa ventrikel kiri akan tergangu akibat dari asinkroni gerak dinding
ventrikel dan after load mismatch. Gradien trans-valvular menurun, tekanan
arteri pulmonalis dan atrium kiri meningkat menyebabkan sesak nafas. Gejala
yang mencolok adalah sinkope, iskemia sub-endokard yang menghasilkan
angina dan berakhir dengan gagal miokard (gagal jantung kongestif). Angina
timbul karena iskemia miokard akibat dari kebutuhan yang meningkat hipertrofi
ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen akibat dari penurunan cadangan
koroner, penurunan waktu perfusi miokard akibat dari tahanan katup aorta.
1.4.4 Insufisiensi Aorta
Insufisien kronik mengakibatkan peningkatan
secara bertahap dari volume akhir diastolik ventrikel kiri. akibat beban volume
ini, jantung melakukan penyesuaian dengan mengadakan pelebaran dinding
ventrikel kiri.curah sekuncup ventrikel kiri juga meningkat. Konpensasi yang
terjadi berupa hipertrofi ventrikel kiri yang biasa menormalkan tekanan dinding
sistolik.pada tahap kronik,faktor miokard primer atau klesi sekunder seperti
penyakit coroner diastolik akhir serta penurunan fraksi ejeksi.selanjutnya
dapat meningkatkan tekanan atrium kiri dan hipertensi vena pulmonal.
Perubahan hemodinamid keadaan akut
dapat dibedakan dengan keadaan kronik.kerusakan akut timbul pada pasien tanpa
riwayat insufisiensi sebelumnya.ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk
beradaptasi terhadap insufisiensi aorta.peningkatan secara tiba-tiba dari
tekanan diastolik akhir ventriker kiri biasa timbul dengan sedikit dilatasi
ventrikel.
1.5 Tanda dan Gejala
Jika
stenosisnya berat, tekanan darah di dalam atrium kiri dan tekanan darah di
dalam vena paru-paru meningkat, sehingga terjadi gagal jantung, dimana cairan
tertimbun di dalam paru-paru (edema pulmoner). Penderita yang
mengalami gagal jantung akan mudah merasakan lelah dan sesak nafas. Pada awalnya,
sesak nafas terjadi hanya sewaktu melakukan aktivitas, tetapi lama-lama sesak
juga akan timbul dalam keadaan istirahat.
Sebagian
penderita akan merasa lebih nyaman jika berbaring dengan disangga oleh beberapa buah bantal
atau duduk tegak. Warna semu kemerahan di pipi menunjukkan bahwa seseorang
menderita stenosis katup mitral. Tekanan tinggi pada vena paru-paru
dapat menyebabkan vena atau kapiler pecah dan terjadi perdarahan ringan atau
berat ke dalam paru-paru. Pembesaran atrium kiri bisa
mengakibatkan fibrilasi atrium, dimana denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur.
1.5.1 Stenosis Mitral
Sangat capai, lemah, dyspnea, capek bila
ada kegiatan fisik, nocturnal dyspnea, batuk kering, bronchitis, rales, edema
paru-paru, hemoptysis/batuk darah, kegagalan pada sebelah kanan jantung.
Auskultasi: teraba getaran apex S1 memberondong, peningkatan bunyi.
Murmur:lemah, nada rendah, rumbling/gemuruh, diastolic pada apex.
1.5.2 Isufisiensi Mitral
Sangat capi, lemah, kehabisan tenaga, berat
badan turun, napas sesak bila terjadi kegiatan fisik, ortopneu, paroxysma
noktural dipsneu rales .
Tingkat lanjut: edema paru-paru, kegagalan jantung
sebelah kanan.
Auskultasi: terasa getaran pada raba apex, S1
tidak ada, lemah, murmur.
Murmur: bernada tinggi, menghembus,
berdesis, selam systoll(pada apex) S3 nada rendah.
1.5.3 Stenosis Aorta
Angina, syncope, capai, lemah, sesak napas saat ada kegiatan
ortopneu, paroxysmal nokturial, edema paru-paru, rales.
Tingkat lanjut: kegagalan sebelah kanan jantung
Murmur:
nada rendah, kasar seperti kerutan, systoll(pada basis atau carctis) gemetar
systoll pada basis jantung.
1.5.4 Isufisiensi Aorta
Palpitasi, sinus tacikardi, sesak
napas bila beraktifitas ortopnew, paroxysmal noktural dyspnea, diaphoresis
hebat, angina.
Tingkat lanjut: kegagalan jantung sebelah kiri dan
kanan.
Murmur: nada tinggi, menghembus diastole
(sela iga ke-3) murmur desakan systoll pada basis.
BAB II
ASUHAN
KEPERAWATAN
Kelainan
Katup Jantung
2.1 Pengkajian
2.1.1 Data Demografi
A.
Biodata :
a. Nama :
b. Tanggal
Lahir / Usia :
c. Jenis
kelamin :
d. Alamat
:
e. No.Tlp :
f. Suku
/ bangsa :
g. Status
pernikahan :
h. Agama
/ keyakinan :
i. Pekerjaan
:
j. Diagnosa
medic :
k. No.
medical record :
l. Tanggal
masuk :
m. Tanggal
pengkajian :
n. Therapy
medic :
B.
Penanggung Jawab:
a. Nama :
b. Usia :
c. Jenis
kelamin :
d. Pekerjaan :
e. Hubungan
dengan klien :
2.1.2 Riwayat Kesehatan
A. Riwayat kesehatan sekarang :
Kapan waktu timbulnya penyakit? Jam
berapa? Bagaimana awal munculnya? Berangsur-angsur? Keadaan penyakit, apakah
sudah membaik, parah atau tetap sama dengan sebelumnya. Usaha yang dilakukan untuk
mengurangi keluhan, Kondisi
saat dikaji ’ P Q R S T
B. Riwayat kesehatan lalu :
Penyakit
pada masa anak-anak dan penyakit infeksi yang pernah dialami, imunisasi yang pernah diberikan, kecelakaan
yang pernah dialami, prosedur operasi dan perawatan rumah
sakit alergi (makanan, obat-obatan, zat/substansi,
textil), pengobatan
dini (konsumsi obat-obatan bebas).
C. Riwayat
kesehatan keluarga :
Identifikasi
berbagai penyakit keturunan yang umumnya menyerang. Anggota keluarga yang terkena alergi, asma,
TBC, hipertensi, penyakit jantung, stroke, anemia, hemopilia, arthritis,
migrain, DM, kanker dan gangguan
emosional, Buat
bagan dengan genogram.
2.1.3 Data Dasar Pasien
a.
Aktivitas
/ Istirahat
Gejala:Kelemahan, kelelahan.
Pusing, rasa berdenyut. Dispenea karena kerja, palpitasi. Gangguan tidur
(ortopnea, dispnea paroksimal noktural, nokturia, keringatmalam hari.)
Tanda:Takikardi,gangguan
pada TD. Pingsan karena kerja. Takipnea, dispnea.
b.
Sirkulasi
Gejala:Riwayat kondisi
pencetus, contoh: Demam reumatik, Endokarditis bakterial subakut, infeksi
streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh kerusakan Atrial-septal, sindrom
marfun), trauma dada, hipertensi pulmonal. Riwayat murmur jantung, palpitasi. Serak,
hemoptisis. Batuk tanpa produksi sputum.
Tanda:Sistolik TD
menurun (AS lambat).
Tekanan nadi: Penyempitan (SA);
luas(IA)
Nadi karotid: lambat dengan volume nadi
kecil (SA); bendungan dengan pulsasi arteri terlihat (IA).
Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di
bawah dan kekiri(IM); secara lateral kuat dan perpindahan tempat (IA).
Getaran: Getaran diastolik pada aspek
(SM).Getaran systolik pada dasar (SA) Getaran systolik senjang batas sternal kiri; getaran systolik
pada titik jagular dan sepanjang arteri karotis(IA).
Dorongan: Dorongan apikal selama
systolik(SA).
Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang
keras (SM). Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3(IM berat).
Bunyi ejeksi sistolik (SA). Bunyi sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok
(MVP).
Kecepatan: Takikardi(MVP); takikardi
pada istirahat (SM).
Irama: Tak teratur, fibrilasi atrial
(SM dan IM). Disritmia dan derajat pertama Blok AV (SA).
Murmur: Murmur diastolik pada area
pulmonalik (IP). Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh (SM). Murmur sistolik
terdengar baik pada apek(MR). Murmur sistolik terdengar baik
pada dasar dengan penyebaran ke leher (SA). Murmur sistolik
pada dasar kiri batas sternal (SP) meningkat selama inspirasi (IT). Murmur
diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik pada dasar (IA). Murmur
diastolik pada dasar kiri strenal meningkat dengan inspirasi ( ST).
Warna / Sianosis: Kulit hangat, lembab
dan kemerahan (IA). Kapiler kemerahan dan pucat pada tiap nadi (IA).
c.
Integritas
Ego
Gejala: Tanda
kecemasan. Contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar.
d. Makanan
/ Cairan
Gejala: Disfagia (IM
Kronis)Perubahan berat badan. Penggunaan diuretik.
Tanda:
Edema umum / dependen. Hepatomegali dan asites ( SM, IM, IT) Hangat,
kemerahan dan kulit lembab (IA). Pernafasan payah dan bising dengan terdengar
krekels dan mengi.
e. Neurosensori
Gejala: Episode
pusing/ pingsan berkenaan dengan beban kerja.
f. Nyeri
/ Kenyamanan
Gejala: Nyeri dada ,
angina (SA,IA)
Nyeri dada non angina / tidak khas
(MVP).
g. Pernafasan
Gejala: Dispenia
(Kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap atau nokturnal (
sputum mungkin/ tidak produktif).
Tanda: Takipnea.
Bunyi napas adventisius ( krekels dan mengi). Sputum banyak dan berbecak darah
( Edema pulmonal). Gelisah/ ketakutan ( Pada adanya edema pulmonal).
h. Keamanan
Gejala: Proses
infeksi/ sepsis, kemoterapi radiasi. Adanya perawatan gigi (pembersihan,
pengisian, dsb).
Tanda: Perlu
perawatan gigi / mulut.
2.1.4 Riwayat Psikososial
· Identifikasi
klien tentang kehidupan sosialnya :
· Identifikasi
hubungan klien dengan yang lain dan kepuasan diri sendiri :
· Kaji lingkungan
rumah klien, hubungkan dengan kondisi RS :
· Tanggapan klien
tentang beban biaya RS :
· Tanggapan klien tentang penyakitnya :
2.1.5 Riwayat Spiritual
· Kaji ketaatan
klien beribadah dan menjalankan kepercayaannya :
· Support system
dalam keluarga :
· Ritual yang
biasa dijalankan :
2.1.6 Aktifitas Sehari-hari
A. Nutrisi :
Selera makan, Menu makan
dalam 24 jam. Frekuensi makan
dalam 24 jam. Makanan yang
disukai dan makanan pantangan. Pembatasan pola
makanan. Cara makan (bersama
keluarga, alat makan yang digunakan). Ritual sebelum makan, dll.
B.
Cairan
:
Jenis
minuman yang dikonsumsi dalam 24 jam, Frekuensi minum, Kebutuhan
cairan dalam 24 jam.
C.
Eliminasi (BAB & BAK):
Tempat
pembuangan, Frekuensi? Kapan? Teratur?, Konsistensi, Kesulitan dan
cara menanganinya, Obat-obat untuk memperlancar BAB/BAK.
D.
Istirahat Tidur
Apakah
cepat tertidur, Jam tidur (siang/malam), Bila tidak
dapat tidur apa yang dilakukan, Apakah tidur
secara rutin.
E.
Olahraga
Program
olahraga tertentu, Berapa lama melakukan dan jenisnya, Perasaan
setelah melakukan olahraga.
F.
Rokok / alkohol dan obat-obatan
Apakah merokok?
jenis? berapa banyak? kapan mulai merokok?, Apakah minum
minuman keras? berapa minum /hari/minggu? jenis minuman? apakah banyak minum
ketika stress?
G. Personal
hygiene
Mandi
(frekuensi, cara, alat mandi, kesulitan, mandiri/dibantu), Cuci
rambut, Gunting kuku, Gosok
gigi.
H. Aktivitas / mobilitas
fisik
Kegiatan
sehari-hari,
Pengaturan
jadwal harian,
Penggunaan alat
bantu untuk aktivitas, Kesulitan pergerakan tubuh.
I.
Rekreasi
Bagaimana perasaan anda saat
bekerja?, Berapa
banyak waktu luang?, Apakah
puas setelah rekreasi?,
Apakah anda dan keluarga menghabiskan waktu senggang? Bagaimana perbedaan
hari libur dan hari kerja?
2.1.7 Pemeriksaan Fisik
A. Keadaan
umum klien :
Tanda-tanda dari distress, Penampilan
dihubungkan dengan usia, Ekspresi wajah, bicara, mood, Berpakaian dan
kebersihan umum, Tinggi badan, BB, gaya berjalan.
B. Tanda-tanda vital :
Suhu, Nadi, Pernafasan, Tekanan darah.
C. Sistem pernafasan
Hidung : kesimetrisan, pernafasan cuping hidung,
adanya sekret / polip, passase udara.
Leher : Pembesaran kelenjar, tumor.
Dada : Bentuk
dada (normal,barrel,pigeon chest). Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan
transversi. Gerakan dada (kiri dan kanan, apakah ada retraksi). Keadaan proxsesus xipoideus. Suara
nafas (trakhea, bronchial, bronchovesikular). Apakah ada
suara nafas tambahan. Apakah
ada clubbing finger.
D. Sistem kardiovaskuler
Conjunctiva (anemia/tidak), bibir (pucat, cyanosis), Arteri carotis, Tekanan vena jugularis, Ukuran jantung, Ictus cordis / apex, Suara
jantung (mitral, tricuspidalis, S1, S2, bising
aorta, murmur, gallop), Capillary retilling time.
E. Sistem perncernaan
Sklera (ikterus/tidak), Bibir (lembab, kering, pecah-pecah, labio skizis), Mulut (stomatitis, apakah ada
palatoskizis, jumlah gigi, kemampuan menelan, gerakan lidah), Gaster (kembung, gerakan peristaltik), Abdomen (periksa sesuai dengan organ
dalam tiap kuadran), Anus (kondisi, spinkter ani, koordinasi).
F. Sistem saraf
o Fungsi cerebral : Status mental
(orientasi, daya ingat, perhatian dan perhitungan, bahasa), Kesadaran
(eyes, motorik, verbal) dengan GCS, Bicara (ekspresive dan resiptive)
o Fungsi kranial
(saraf kranial I s/d XII)
o Fungsi motorik
(massa, tonus dari kekuatan otot)
o Fungsi sensorik
(suhu, nyeri, getaran posisi dan diskriminasi)
o Fungsi
cerebellum (koordinasi dan keseimbangan)
o Refleks (ekstremitas atas, bawah dan superficial)
o Iritasi
meningen (kaku kuduk, lasaque sign, kernig sign, brudzinski sign)
G. Sistem musculoskeletal
Kepala (bentuk
kepala), Vertebrae (bentuk, gerakan, ROM), Pelvis (Thomas
test, trendelenberg test, ortolani/barlow test, ROM), Lutut (Mc Murray Test, Ballotement, ROM), Kaki (keutuhan
ligamen, ROM), Bahu, Tangan.
H. Sistem
perkemihan
Edema palpebra, Moon face, Edema anasarka, Keadaan kandung
kemih, Nocturia, dysuria, kencing batu, Penyakit
hubungan sexual.
I.
Sistem immune
Allergi (cuaca, debu, bulu binatang, zat kimia), Immunisasi, Penyakit yang
berhubungan dengan perubahan cuaca, Riwayat
transfusi dan reaksinya.
2.1.8 Test Diagnostik
o
Laboratorium (tulis nilai normalnya) :
o
Ro
foto :
o
CT
Scan :
o
MRI,
USG, EEG, ECG, dll.
2.1.9 Penatalaksanaan
o
Terapi
antibiotic
o
Kardiotinikum
dan diuritik
o
Komisurotoomi
o
Valvuloplasti
translumnal perkutan
o
Penggantian
katup mitral
o
Penggantian
katup aorta
2.1.10 Analisis Data
No.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DO
:
ü Sianosis
ü Dispnea
ü Tachikardia
ü Gas darah arteri abnormal
ü
pH
arteri abnormal
DS :
ü
Pasien
mengatakan sakit kepala saat bangun.
ü
Nafas cuping
hidung
ü
Warna kulit
abnormal (pucat, kehitaman)
|
Odema Paru
|
Gangguan Pertukaran Gas
|
2.
|
DO
:
ü
Aritmia
ü
Brakikardia
ü
Perubahan
EKG
ü
Takikardia
ü
Penurunan
tekanan vena
ü
Murmur
DS:
ü
Pasien
mengatakan mulai batuk-batuk
ü
Pasien
terlihat letih
|
Penurunan Kontraktilitas,
Ventrikel Kiri
|
Risiko/Actual Tinggi Menurunnya
Curah Jantung
|
3.
|
DO:
ü
Perubahan
denyut jantung
ü
Perubahan
frekuensi pernafasan
ü
Kedok wajah
(merengek, gelisah)
ü
Perubahan pola
makan
DS:
ü
Pasien
mengatakan nyeri di area dada
ü
Pasien mengatakan
pola tidur berubah
|
Iskemia miokard
|
Nyeri dada
|
4.
|
DO:
ü Mulut kering
DS:
ü Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
ü Pasien terlihat cemas
ü Kontak mata buruk
|
Situasi Kritis, Takut akan
Kematian
|
Ansietas
|
5.
|
DS:
ü
Sering
bertanya
ü
Salah
instruksi
ü
Perilaku hiperbola
|
Kurangnya Informasi, Keterbatasan
Kognitif.
|
Defisit Pengatahuan
|
2.2 Diagnosa Keperawatan
1.
Gangguan
pertukaran gas b/d odema paru ditandai dengan sianosis dan dispnea.
2.
Resiko tinggi menurunanya curah jantung b/d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri ditandai
dengan aritmia dan perubahan EKG.
3.
Nyeri
dada b/d iskemia jaringan myokard ditandai dengan perubahan denyut jantung dan
ekspresi kesakitan.
4.
Ansietas b/d situasi kritis ditandai dengan ketakutan dan
peningkatan tegangan.
5.
Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi tentang katup jantung
ditandai dengan permintaan informasi kepada perawat dan ahli profesi kesehatan
lainnya.
2.3 Tindakan Keperawatan
No.
|
Dx Kep.
|
Tujuan
|
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Gangguan pertukaran gas b/d odema paru ditandai dengan
sianosis dan dispnea
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan Gas darah arteri normal dalam jangka waktu 1 x 24 jam
|
DO:
Menunjukan
perbaikan ventilasi/oksigenasi sebagai bukti adalah frekuensi pernapasan
dalam rentang normal, tak ada sianosis, dan penggunaaan otak aksesoris, bunyi
nafas normal.
DS:
ü
Sudah tidak
terlihat pernafasan cuping hidung
ü
Warna kulit
pasien kembali dalam keaadaan normal
|
-
Kaji suara
paru, frekuensi nafas, kedalaman, dan usaha nafa, dan produksi sputum sebagai
indicator keefektian penggunaan alat penunjang.
-
Awasi dan
laporkan pada data pengkajian terkait (sensorium pasien, suara nafas, pola
nafas, analisis gas darah arteri, sputum, efek obat).
-
Membantu dalam
posisi, batuk, dan nafas dalam.
-
Jelaskan pada
pasien mengenai penggunaan alat bantu yang diperlukan (oksigen, pengisap,
spirometer)
|
- Indikator keadekuatan fungsi
pernapasan atau tingkat gangguan dan kebutuhan/keefektifan terapi.
- Meningkatkan tindakan kolaborasi
dengan tenaga ahli lainnya dalam perencanaan keperawatan.
-
Meningkatkan
ekspansidada optimal, memobilisasikan skresi, dan pengisian udara semua area
\paru; menurunkan resiko stasis secret/pneumonia.
-
Meningkatkan
pengetahuan pasien sehingga pasien mampu mengatasi kondisi gawat darurat yang
sewaktu-waktu terjadi.
|
2.
|
Resiko tinggi menurunanya curah jantung b/d penurunan kontraktilitas ventrikel kiri ditandai
dengan aritmia dan perubahan EKG.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, Penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan
tanda vital dalam batas yang dapat diterima, disritmia terkontrol atau hilang
dan bebas gejala gagal jantung dalam jangka waktu 3x24 jam.
|
DO:
ü Tekanan darah
dalam batas normal (120/80 mmHg, nadi 80x/menit).
ü Tidak terjadi
aritmia dan irama jantung teratur, CRT kurang dari 3 detik.
DS:
ü
Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea,
berperan dalam aktivitas mengurangi beban kerja jantung.
|
- Berikan oksigen
tambahan dengan nasal kanal/ masker sesuai dengan indikasi.
- Berikan istirahat
psikologi dengan lingkungan yang tenang.
- Pantau tanda kelebihan cairan.
Pemberian IV , pembatasan jumlah total sesuai dengan indikasi. Hindari cairan garam.
- Kolaborasi pemberian obat.
|
- Meningkatkan
sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium dalam melawan efek
hipoksia/iskemia.
- Stres emosi
menghasilkan vasokonstriksi yang terkait dan meningkatkan tekanan darah dan
frekuensi / kerja jantung.
- Oleh karena
adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri, pasien tidak menoleransi peningkatan
volume cairan, pasien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan
retensi cairan dan meningkatkan kerja miokard.
- Banyaknya obat
dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas, dan menurunkan kongesti.
|
3.
|
Nyeri dada b/d iskemia jaringan myokard ditandai dengan
perubahan denyut jantung dan ekspresi kesakitan.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, Pasien
mengatakan bahwa nyeri dada telah hilang/terkontrol dalam jangka waktu 3x24
jam
|
DO:
ü
Denyut jantung
dan frekuensi pernafasan kembali dalam keadaan normal.
ü
Pola makan
pasien kembali dalam keadaan normal.
DS:
ü
Pasien
mengatakan nyeri di area dada sedah menghilang.
ü
Pasien
mengatakan pola tidur kembali normal.
ü
Ekspresi wajah
pasien tenang.
|
-
Gunakan
skala nyeri 0-10 untuk rentang intensitas. Catat ekspresi verbal atau non
verbal , respon otomatis terhadap nyeri(berkeringat,TD dan nadi
berubah,peningkatan atau penurunan frekuensi pernafasan).
-
Ajarkan
penggunaan teknik nonfarmakologis (misalnya : TENS, hypnosis, relaksasi,
masase, dll)
-
Evaluasi
respon terhadap obat.
-
Berikan
lingkungan istirahat dan batasi aktifitas sesuai kebutuhan.
|
-
Perbedaan
gejala perlu untuk mengidentifikasi penyebab nyeri. Perilaku dan perubahan
tanda vital membantu menentukan derajat / adanya ketidaknyamanan pasien
khususnya apabila pasien menolak adanya nyeri.
-
Teknik
nonfarmakologis akan membantu menurunkan rasa nyeri yang dialami oleh pasien.
-
Penggunaan
terapi obat dan dosis. Catat nyeri yang tidak hilang atau menurun dengan
nitrat menunjukan MVP, berhubungan dengan nyeri dada tidak khas / non angina.
-
Aktifitas yang
meningkatkan kebutuhan oksigen miokardia (contoh kerja tiba-tiba, stress,
makan banyak, terpajan dingin) dapat mencetuskan nyeri dada.
|
4.
|
Ansietas b/d situasi kritis ditandai dengan ketakutan dan
peningkatan tegangan.
|
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan, Pasien merasa tenang dalam jangka waktu 1x24 jam.
|
DO:
ü Mulut kembali dalam keadaan
normal, tidak kering
DS:
ü Pasien mengatakan nafsu makan
sudah kembali normal
ü Pasien tidak terlihat cemas lagi.
ü Kontak mata dengan pasien kembali
normal
|
- Kaji dan dokumentai tingkat kecemasan
pasien, termasuk reaksi fisik pasien.
- Ajarkan dan anjurkan pasien melakukan
teknik relaksasi, contoh napas dalam, bimbingan imajinasi, relaksasi
progresif.
- Berikan tindakan kenyamanan contoh,
mandi, gosokan punggung, perubahan posisi.
-
Koordinasikan
waktu istirahat dan aktivitas saat senggang tepat untuk kondisi.
- Libatkan
orang terdekat dalam rencana perawatan dan dorong partisipasi maksimum pada
rencan pengobatan.
|
- Alat untuk mendefinisikan lingkup
masalah dan pilihan intervensi.
- Memberikan arti penghilangan respond
ansitas, menurunkan perhatian, meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan
koping.
- Membantu perhatian mengarahkan kembali
dan meningkatkan relaksasi, meningkatkan kemampuan koping.
- Memberikan rasa control pasien untuk
menangani beberapa aspek pengobatan, (contoh, aktivitas perawatan, waktu
pribadi), menurunka kelemahan, meningkatkan energy.
- Keterlibatan akan membantu menfokuskan
perhatian pasien dalam arti positif dan memberikan rasa control.
|
5.
|
Defisit pengetahuan b/d kurangnya informasi
tentang katup jantung ditandai dengan permintaan informasi kepada perawat dan
ahli profesi kesehatan lainnya.
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan, Pasien
mengerti tentang kelainan katub
jantung dalam jangka waktu 1x24 jam
|
DS:
ü
Pasien
menyatakan pemahaman proses penyakit, program pengobatan dan potensial
komplikasi.
ü
Pasien mampu mengenali
kebutuhan untuk kerja sama dan mengikuti perawatan.
|
- Jelaskan dasar patologi abnormalitas
katub.
- Jelaskan rasional pengobatan, dosis,
efek samping, dan pentingnya minum obat sesuai resep.
-
Anjurkan dan
biarkan pasien menunjukkan ketrampilan pemantauan sendiri nadi bila pasien
pulang dengan digitalis.
|
- Pasien harus mempuyai dasar pemahaman
tentang abnormalitas katubnya sendiri dan konsekuensi hemodinamik kerusakan
sebagai dasar penjelasan rasional sebagai dasar penjelasan rasional aspek
pengobatan.
- Dapat meningkatkan kerjasama dengan
terapi obat dan menceah penghentian sendiri pada obat dan /atau interaksi
obat yang merugikan.
-
Adanya
perubahan pada frek nadi dan irama mungkin indikasi toksisitas digitalis dan
harus dilaporkan pada dokter untuk evaluasi.
|
2.4 Evaluasi
Tgl/Jam
|
No. Diagnosa Keperawatan
|
Evaluasi
|
Paraf
|
1
|
S:
Gas darah Arteri pasien normal
O:
-
ventilasi/oksigenasi
membaik,
-
frekuensi
pernapasan normal,
-
tak
ada sianosis,
-
bunyi
nafas normal.
A: masalah
teratasi
P:
Intervensi dihentikan
|
||
2
|
S: Penurunan curah jantung teratasi, TTV normal, Bebas gejala gagal
jantung
O:
-
Tidak terjadi aritmia,
-
Irama jantung teratur,
-
CRT kurang dari 3 detik.
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
|
||
3
|
S: Nyeri
dada terkontrol
O: Metode
nyeri hilang
A: Masalah
teratasi
P:
Intervensi dihentikan
|
||
4
|
S:
Pasien terlihat tenang
O:
-
Pasien
melakukan relaksasi
-
Pasien
tidak terlihat stres
A:
Masalah teratasi
P:
Intervensi di hentikan
|
||
5
|
S:
Pasien telah mengerti tentang kelainan
katup
O:
Pasien paham dengan proses penyakit
yang dideritanya.
A:
Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
-
Penyakit katup jantung merupakan
penyakit jantung yang masih cukup tinggi insidennya, terutama dinegara-negara
berkembang.
-
Disfungsi katup di bagi menjadi 2 jenis
yaitu : Insufisiensi katup dan Stenosis katup.
-
Disfungsi katup akan meningkatkan kerja
jantung. Insufisiensi katup memaksa jantung memompa darah lebih banyak untuk
menggantikan jumlah darah yang mengalami regurgitasi atau mengalir balik
sehingga meningkatkan volume kerja jantung. Stenosis katup memaksa jantung
meningkatkan tekanannya agar dapat mengatasi resistensi terhadap aliran yang
meningkat, karena itu akan meningkatkan tekanan kerja miokardium . Respon
miokardium yang khas terhadap peningkatan volume kerja dan tekanan kerja adalah
dilatasi ruang dan hipertrofi otot. Dilatasi miokardium dan hipertrofi
merupakan mekanisme kompensasi yang bertujuan meningkatakan kemampuan pemompa
jantung.
-
Dalam pengkajian klien dengan disfungsi
katup jantung, data dasar yang harus di kaji adalah : Aktivitas istirahat,
Sirkulasi,Integritas Ego, Makanan/ Cairan, Neurosensori, Nyeri/ Kenyamanan,
Pernapasan, Keamanan, Penyuluhan/ Pembelajaran.
-
Dalam kelainan ini Prioritas keperawatn
adalah : Mempertahankan curah jantung adekuat, Mempertahankan dan meningkatkan
toleransi aktivitas, Menghilangkan nyeri serta memberikan informasi tentang
proses penyakit, manajemen, dan pencegahan komplikasi.
3.2 Saran
Kelainan katup di bagi menjadi beberapa kategori sehingga menimbulkan
berbagai beberapa gejala yang berbeda, tergantung beratnya dan mungkin
memerlukan perbaikan secara bedah atau penggantian untuk mengoreksi masalah
sehingga seharusnya proses keperawatan yang di awali dengan pengkajian,
diagnosa keperawatan haruslah tepat sehingga bisa dilakukan suatu rencana dan
tindakan keperawatan yang benar dan tepat sehingga menghasilkan suatu hasil
yang sesuai dengan tujuan dari proses keperawatan tersebut.
GLOSARIUM
Angina
pectoris: gejala yang sering timbul karna meningkatnya kebutuhan oksigen akibat
meningkatnya beban kerja ventrikel kiri dan hipertrofi miokardium.
Defek:
lubang.
Fibrilasi:
denyut yang cepat dan tidak efektif.
Hemoptysis:
muntah darah.
Hipertrofi
: otot jantung menebal.
Inkompensi
: Tidak dapat berfungsi secara tepat.
Kongesti :
gagal jantung dua-duanya.
Paroxysmal
nocturnal dyspnea: sesak napas saat malam hari.
Regurgitasi
: Aliran yang berlainan arah dengan keadaan normalnya.
Stenosis :
Penyempitan duktrus atau kanal.
Tricuspid:
katub yang membagi antara atrium kanan dan ventrikel kiri.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, T. Heather. 2012. Nanda Internasional Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M. dan Ahren, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 9.
Jakarta: EGC.
0 komentar:
Posting Komentar